Sejarah Ilmu Nahwu

Selasa, 09 April 2013 | komentar

Seperti halnya bahasa2 lain-nya Bahasa Arab juga memiliki kaidah2 khusus dalam hal komunikasi dan dalam segi tulis menulis.

Lalu, bagaimana sejarah awal mulanya terbentuk kaidah2 ini, dan kenapa dinamai dengan nahwu ?Pangen tau kelanjutan-nya ya baca terus dung…
Ketika zaman Jahiliyyah orang2 Arab berkomunikasi dengan sesamanya sesuai dengan tabiat atau kebiasaan masing2 dan lafazh2 yang diucapkan terbentuk dengan peraturan yang telah ditetapkan mereka di mana para junior belajar kepada senior. Anak2 belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya. Namun ketika Islam datang dan menyebar ke negeri Persia dan Romawi dan juga pernikahan orang Arab dengan non Arab, serta terjadinya perdagangan dan pendidikan menjadikan Bahasa Arab bercampur baur dengan bahasa non Arab. Yang dulunya fasih berbahasa kini merosot menjadi tak terkendali dan juga banyak terjadi salah ucap sehingga keindahan Bahasa Arab menjadi hilang. Dari kondisi inilah pakar2 nahwu terdorong untuk membuat kaidah2 yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih dan bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu pertama yang dibuat untuk menyelamatkan Bahasa Arab dari kerusakan, yang disebut dengan ilmu Nahwu.
Adapun yang pertama kali menyusun kaidah Bahasa Arab adalah Abul Aswad Ad-Duali dari Bani Kinaanah atas dasar perintah Khalifah Sayidina Ali Bin Abi Thalib r.a…Ketika Abul Aswad Ad-Duali sedang berjalan-jalan dengan anak perempuannya pada malam hari, sang anak menengadahkan wajahnya ke langit dan memikirkan tentang indahnya serta bagusnya bintang2 lalu ia berkata, مَا أَحْسَنُ السَّمَاءِ . “Apakah yang paling indah di langit?”. Dengan mengkasrohkan hamzah, yaitu menunjukkan kalimat tanya.Kemudian sang ayah mengatakan, نُجُوْمُهَا يَا بُنَيَّة . “Bintang2nya ya anakku,  ?”.
Namun sang anak menyanggah dengan mengatakan, اِنَّمَا اَرَدْتُ التَّعَجُّبَ . “Sesungguhnya aku ingin mengungkapkan kekaguman”.Maka sang ayah mengatakan, kalau begitu ucapkanlah, مَا اَحْسَنَ السَّمَاءَ . “Betapa indahnya langit”.Bukan, 
مَا اَحْسَنُ السَّمَاءِ . “Apakah yang paling indah di langit?”. Dengan menfathahkan hamzah…

Abul Aswad Ad-Duali ketika melewati seseorang yang sedang membaca al-Qur’an, ia
Karena mendengar perkataan ini, Abul Aswad Ad-Duali menjadi ketakutan, ia takut keindahan Bahasa Arab menjadi rusak dan tata Bahasa Arab ini menghilang, padahal peristiwa tersebut terjadi pada zaman Sahabat Nabi s.a.w.
Kemudian hal ini disadari oleh khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a, sehingga ia memperbaiki keadaan ini dengan membuat pembagian kata, bab inna dan saudaranya, bentuk idhofah (penyandaran), kalimat ta’ajjub (kekaguman), kata tanya dan selainnya, kemudian Ali Bin Abi Thalib berkata kepada Abul Aswad Adduali, اُنْحُ هَذَا النَّحْوَ “Ikutilah jalan ini”.
Dari kalimat inilah, ilmu kaidah Bahasa Arab disebut dengan ilmu nahwu. (Arti nahwu secara bahasa adalah arah). Kemudian Abul Aswad Ad-Duali melaksanakan tugasnya dan menambahi kaidah tersebut dengan bab-bab lainnya sampai terkumpul bab-bab yang mencukupi. Kemudian, dari Abul Aswad Ad-Duali inilah muncul ulama-ulama Bahasa Arab lainnya, seperti Abu Amru bin ‘alaai, kemudian al Kholil al Farahidi al Bashri (peletak ilmu arudh dan penulis mu’jam pertama) , sampai ke Sibawaih dan Kisai (pakar ilmu nahwu, dan menjadi rujukan dalam kaidah Bahasa Arab).

Seiring dengan berjalannya waktu, kaidah Bahasa Arab berpecah belah menjadi dua mazhab, yakni mazhab Basrah dan Kuufi (padahal kedua-duanya bukan termasuk daerah Jazirah Arab). Kedua mazhab ini tidak henti-hentinya tersebar sampai akhirnya mereka memperbaharui pembukuan ilmu nahwu sampai kepada kita sekarang.
Demikianlah sejarah singkat awal terbentuknya ilmu nahwu, di mana kata nahwu ternyata berasal dari ucapan Khalifah Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Sumber : Kitab Al-Qowaaidul Asaasiyyah Lil Lughotil Arobiyyah dan beberapa situs lainnya.
Share this article :

Posting Komentar